Seorang
bijak mengatakan; perbedaan antara rumah binatang dengan rumah manusia ? Maka
bila rumah binatang seluruh ruangan di rumahnya akan dipenuhi apa-apa yang bisa
memuaskan hawa nafsunya, sedangkan bila rumah manusia akan dipenuhi dengan
ilmu/buku.
Al kisah di sebuah rumah yang damai, saat fajar mulai
bersinar, anak pertama yang perempuan
terhenyak bangun setelah terdengar suara lagu merdu dari HP-nya. Sementara anak
kedua yang laki-laki, juga tak kalah sigapnya setelah dibangunkan nada-nada
romantis kesukannya yang juga berasal dari HP-nya yang lebar itu. Ibu telah
sibuk memainkan alatnya di dapur, sambil diiringi informasi selebritis dari
sebuah stasiun televisi, sedangkan ayahnya terdengar asyik bersiul di kamar
mandi. Akhirnya semua telah meninggalkan rumah kecuali sang ibu memang harus
rela stand by di rumah. Baju-baju yang
indah di almari, pernak pernik cantik di meja dan lemari, hiasan-hiasan mahal
di dinding dan yang tergantung, piring dan mangkok yang penuh berisi makanan di
meja, buah dan botol-botol minuman yang segar di almari kulkas, sungguh cukup
menyita waktu dan tenaga sang bunda. Sambung menyambung tak henti-hentinya
infotainment dan sinetron menghiburnya, diselilngi sesekali tayangan nyanyian
yang begitu mempesona. Sungguh benar-benar keluarga yang bahagia kelihatanya.
Hingga saat sang ayah pulang, masih juga nampak televisi,
yang dipantau dengan setia oleh sang bunda. Dan bahkan setelah ganti pakaian
sang ayah langsung bergabung bersama bunda di depan televisi dengan suka ria.
Selalu begitulah suasana hari-hari keluarga itu.
Dalam kisah lain Handhalah al-Asidi, dia
termasuk salah seorang penulis Nabi. Ia menceriterakan tentang dirinya kepada
kita sebagai berikut. Satu ketika aku bertemu Abubakar, kemudian terjadilah
suatu dialog:
Abubakar: Apa
kabar, ya Handhalah?
Aku:
Handhalah telah berbuat nifaq!
Abubakar:
Subhanallah, apa katamu?!
Aku: Bagaimana tidak! Aku selalu bersama Rasulullah s.a.w.,
ia menuturkan kepadaku tentang Neraka dan Sorga yang seolah-olah sorga
dan neraka itu saya lihat dengan mata-kepalaku. Tetapi setelah saya keluar dari tempat
Rasulullah s.a.w., kemudian saya bermain-main dengan isteri dan anak-anak saya
dan bergelimang dalam pekerjaan, maka saya sering lupa
Abubakar: Demi
Allah, saya juga berbuat demikian!
Aku:
Kemudian saya bersama Abubakar pergi ke tempat Rasulullah s.a.w.
Kepadanya,
saya katakan: Handhalah nifaq, ya Rasulullah!
Rasulullah:
Apa!?
Aku: Ya
Rasulullah!: saya selalu bersa-mamu. Engkau ceritakan kepadaku Sorga dan Neraka, hingga
seolah-olah saya dapat melihat dengan mata-kepala. Ttapi apabila saya keluar
dari sisimu, saya bertemu dengan isteri dan anak-anak serta sibuk dalam
pekerjaan, saya banyak lupa!
Kemudian Rasulullah s.a.w, bersabda:
"Demi
Zat yang diriku dalam kekuasaannya! Sesungguhnya andaikata kamu disiplin
terhadap apa yang pernah kamu dengar ketika bersama aku dan juga tekun dalam
zikir, niscaya Malaikat akan bersamamu di tempat tidurmu dan di jalan-jalanmu.
Tetapi hai Handhalah, saa'atan, saa'atan! (berguraulah sekedarnya saja!).
Diulanginya ucapan itu sampai tiga kali." (HR. Muslim)
Dari dua kisah tersebut di atas nampak kontras sekali
kondisinya, dimana keluarga pertama larut dan hanyut dalam buaian kesenangan
duniawi, sementara Handalah al-Asidi terlalu berhati-hati dalam mengarungi
kehidupan duniawinya, hingga ia telah mem-vonis diri dan keluarganya melakukan
nifaq. Lalu bagimana sela-yaknya kita sebagai seorang muslim yang berada dalam
keluarga muslim pula ?
ISLAM adalah agama realistis, tidak tenggelam
dalam dunia khayal dan lamunan. Tetapi Islam berjalan bersama manusia di atas
dunia realita dan alam kenyataan. Islam tidak memperlakukan manusia sebagai
Malaikat yang bersayap dua, tiga dan empat. Tetapi Islam memperlakukan manusia
sebagai manusia yang suka makan dan berjalan di pasar-pasar. Islam mengakui
fitrah dan instink manusia sebagai makhluk yang dicipta Allah, di mana Allah
membuat mereka sebagai makhluk yang suka bergembira, bersenang-senang, ketawa
dan bermain-main, sebagaimana mereka dicipta suka makan dan minum.
Ali bin Abu Talib pernah berkata:
"Sesungguhnya hati itu bisa bosan seperti badan. Oleh karena itu carilah
segi-segi kebijaksanaan demi kepentingan hati." Dan katanya pula:
"Istirahatkanlah hatimu sekedarnya, sebab hati itu apabila tidak suka,
bisa buta." Abu Darda' pun berkata juga: "Sungguh hatiku akan kuisi
dengan sesuatu yang kosong, supaya lebih dapat membantu untuk menegakkan yang
hak."
Oleh karena itu, tidak salah kalau seorang
muslim bergurau dan bermain-main yang kiranya dapat melapangkan hati. Tidak
juga salah kalau seorang muslim menghibur dirinya dan rekan-rekannya dengan
suatu hiburan yang mubah, dengan syarat kiranya hiburannya itu tidak menjadi
kebiasaan dan perangai dalam seluruh waktunya, yaitu setiap pagi dan petang
selalu dipenuhi dengan hiburan, sehingga dapat melupakan kewajiban dan
melemahkan aktivitasnya.
Seimbang, Kunci Kebahagiaan Dunia
Akhirat
Allah menciptakan dunia dan seisinya dalam
keadaan seimbang. Misalnya dijadikan-Nya siang dan malam. Bumi dan langit, laki-laki dan Perempuan. Keseim-bangan ekosistem, di mana populasi pemakan
daging lebih sedikit dari pada populasi pemakan tumbuhan. Semua diciptakan
Allah dalam prinsip keseim-bangan. Dan sunnatullahnya, bila mahluk Allah berusaha
mempertahankan keseim-bangan ini, maka kehidupannya akan berjalan dengan baik,
aman dan nyaman.
Sebagai muslim, ada beberapa hal yang perlu
diseimbangkan;
1.
Jasadiyyah/badan/fisik
Hadist Rosulullah menyatakan, “Muslim yang kuat lebih
baik dan lebih dicintai Allah dari muslim yang lemah”. Kekuatan fisik ini yang
sebenarnya banyak mengagumkan non muslim di zaman Rosulullah. Dengan pola hidup
yang teratur, makanan yang halal dan baik, serta kebersihan yang terjaga, dan
tidak berlebih-lebihan, ditambah olah raga yang cukup insyaAlloh kita jarang
sekali ditemukan menderita penyakit. Keseimbangan dalam hal fisik ini memiliki
pengaruh yang besar dalam ibadah dan prestasi kerja setiap muslim. Oleh karena
itu hal ini menjadi penting untuk di jaga.
2.
Akal
Dikisahkan dalam sebuah hadits,
ada seseorang terluka di kepalanya tertimpa batu. Selanjutnya, ia mendapatkan
hadats besar lantaran mimpi, padahal ia terluka. “Adakah yang dapat meringankan
diriku ini dari kewajiban mandi?,“ tanyanya kemudian. Tidak ada jawaban lain
dari kaumnya, selain jawaban bahwa ia harus mandi untuk menyucikan dirinya.
Lalu, mandilah ia. Setelah itu luka di kepalanya bertambah parah karena
tersiram air. Ia menggigil demam, sampai kemudian maut menjemputnya. Peristiwa
tersebut kemudian disampaikan kepada Nabi Muhammad saw.
Mendengar kabar tersebut, Nabi
yang mulia merah padam mukanya, “Mereka telah membunuhnya, semoga Allah
membinasakan mereka. Bukankah obat kebodohan itu adalah bertanya? Nabi saw.
kemudian menjelaskan, sebenarnya cukup baginya tayamum, lalu dia bebat lukanya
dengan sekeping kain, lalu usap atas bebatan tersebut dan ia mandikan seluruh
badannya. Atau seperti sampaikan oleh Atha’ r.a., cukuplah diusap bagian yang
terluka tersebut, tanpa harus disiram (HR Ibnu Majah).
Dari kisah tersebut terdapat ibroh dimana
seseorang atau kelompok orang yang menentukan pilihannya dengan tanpa ilmu,
maka akan sangat fatal-lah akibatnya.
3.
Ruhiyyah/hati
Keseimbangan
dalam hal ini juga penting, karena inilah yang tetap mengarahkan kehidupan
seorang muslim untuk tetap berada dalam rel yang benar. Keseimbangan ruhiyyah
ini dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah kita.
Berzikir, membaca Al-qur’an, bermunajat kepada Allah akan mempertajam visi kita
dalam kehidupan. Visi seorang muslim, yaitu untuk beribadah kepada Allah
meliputi semua dimensi kehidupan.
Arnold Toynbee (Pakar sejarawan
Inggris) mengemukakan bahwa krisis yang diderita orang-orang Eropa (dan masyarakat
dunia pada umumnya) pada jaman modern ini pada dasarnya terjadi karena
kekeringan rohaniah, dan terapi satu-satunya bagi derita yang sedang mereka
alami ialah kembali kepada agama.
4.
Sosial
Keseimbangan sosial ini juga penting untuk
dijaga oleh setiap muslim. Perintahnya pun banyak terdapat dalam al-Qur’an dan
hadist-hadist. Misalnya perintah untuk berukhuwwah dan bersatu. Perintah untuk
menghormati tetangga, perintah untuk mencintai saudara kita seperti kita
mencintai diri kita sendiri.
Keseimbangan sosial ini saat ini banyak ditinggalkan
disebagian masyarakat kita. Bahkan di negara-negara maju, sikap individualistik
ini menjadi suatu hal yang biasa. Bahkan identik dengan gaya hidup masyarakat
modern. Padahal ini adalah gaya hidup yang tidak sehat. Tidak heran bila
penyakit sosial, banyak terjadi di zaman sekarang ini akibat kesenjangan yang
semakin jauh.
5.
Keseimbangan untuk melestarikan alam.
Alam ini adalah rizki yang diberikan Allah,
sekaligus amanah untuk dikelola dan dimanfaatkan dalam kehidupan. Tetapi
memanfaatkan alam juga ada aturannya. Merusak alam akan menimbulkan bencana.
Dan ini justeru merugikan manusia itu sendiri. Alloh berfirman “Dan carilah pada apa
yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada
orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan” (QS. 28 :77)
“Kebersihan adalah sebagian dari iman”, banyak
diakui sebagai hadis dhaif, namun
demikian, Rasulluah S.A.W. bersabda bahwa iman terdiri dari 70 tingkatan: yang
tertinggi adalah pernyataan “tiada Tuhan selain Allah” dan yang terendah adalah
menjaga kerbersihan lingkungan. Jadi, memelihara lingkungan hidup adalah
menjadi bagian integral dari tingkat keimanan seseorang. Wallohu’alam
bishshowwab.
Dari berbagai Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar